Nama : Aura Azzahra
NPM : 11118230
Kelas : 4KA06
Kasus Penipuan Jemaah Umroh PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours)
Kasus penipuan jamaah umrah kembali mengemuka. Kali ini dilakukan oleh PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours). Direktur Utama Abu Tours Hamzah Mamba atau Abu Hamzah kini telah resmi menjadi tersangka. Ia terjerat kasus dugaan penipuan calon jemaah umrah.
Abu Hamzah dinilai telah menggelapkan uang senilai Rp 1.8 triliun yang berasal dari 86.720 calon jemaah umrah. Pertama, adanya gaya hidup hedonsime dari pendirinya. Pendiri Abu Tours Travel suka jalan-jalan, mengoleksi barang mewah dan memamerkannya kepada khalayak. Keduanya juga sama-sama pernah hidup susah. Pemilik Abu Tours pernah menjadi tukang cuci piring di sebuah restoran pizza, dan sempat berjualan es teler hingga cotto Makassar.
Hal ini dipermudah dengan perkembangan media sosial, yang memberi ruang bagi seseorang untuk menunjukkan kesuksesan dirinya. Sayangnya, kecenderungan untuk tampil mewah ini ternyata dimiliki banyak kalangan, mulai dari para artis, pengacara, pengusaha, dan lain-lain.
Penampilan mewah jadi konsumsi setiap hari di televisi, sehingga pemilik kemewahan menjadi idola bagi sebagian kalangan, mulai dari yang remaja hingga dewasa. Kisah seorang remaja putri menjadi Pekerja Seks Komersial hanya demi memiliki handphone terbaru, lalu remaja putra yang membunuh pamannya demi merampok uang untuk pasang kawat gigi agar terlihat menarik di depan kekasihnya, membuktikan bahwa bagi sebagian kalangan, kemewahan adalah segalanya.
Untuk itu, perlu perhatian dari semua pihak, mulai dari pemerintah, orang tua, pengusaha media, kamu intelektual, agamawan, dan masyarakat agar berusaha menghilangkan sikap hedonism ini. Sayangnya, Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia yang melarang tayangan yang memamerkan kekayaan, ternyata hingga kini belum efektif. Tayangan demikian masih saja marak, dan laku di masyarakat.
Kedua, adanya anggapan bahwa jamaah umrah akan mendapat cobaan dalam beribadah. Anggapan ini dimanfaatkan oknum untuk menipu calon jamaah. Calon jamaah diminta untuk terus bersabar, dan bahkan sebagian diminta untuk menambah uang pendaftaran, demi memperlancar aksi penipuan.
Sayangnya, calon jamaah pun tidak curiga meski keberangkatan mereka untuk umrah sering ditunda-tunda oleh penyelenggara. Mereka terus bersabar dan bersabar, karena meyakini bahwa ini adalah cobaan untuk menguji keimanan dan kemauan untuk beribadah. Ketiga, lemahnya pengawasan dari Pemerintah. Untuk diketahui, biro travel yang bermasalah, Abu Tours, adalah biro travel yang terdaftar secara resmi di Kementerian Agama.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 18/2015, akreditasi dilakukan mendasarkan pada kualitas pelayanan, sumber daya manusia, finansial, sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen. Bila ternyata biro umrah tersebut tidak sesuai dengan hasil akreditasi, Pemerintah seharusnya bertanggung jawab dan menjelaskan ke masyarakat mengenai metode akreditasi yang digunakan.
Sebagai sebuah keputusan Pemerintah, akreditasi harus dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan menjamin dan bertanggung jawab terhadap setiap Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan.
Bagi masyarakat, dengan mendaftar di biro umrah resmi dan telah diakreditasi Pemerintah, menjadi jaminan keberangkatan mereka ke Tanah Suci.Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut serta mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sementara pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen. Selain itu, UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengamanatkan Pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas. Bila biro umrah yang diakreditasi pun tidak dapat dipercaya, kemana lagi masyarakat bisa mendapatkan perlindungan. Bisnis umrah di masa depan pun bisa terancam tanpa kepastian hukum.
Analisa Kasus :
- Diketahui yang di audit adalah Abu Tours Hamzah Baba dan Istri , dan yang mengaudit adalah Tim Kepolisian. Proses audit ini dilakukan pada tahun 2017.
- Kasus Abu Tours yang katanya sudah mengumpulkan uang jamaah Rp 1 triliun lebih, tapi sejak kasus ini diusut, rekening di pemiliknya kosong.
- Uang jamaah dibuat keperluan lain baik atas nama investasi (yang umumnya investasi bodong), biaya administrasi tak masuk akal, serta biaya memuaskan syahwat duniawi lainnya seperti foya-foya, beli mobil mewah, rumah, jalan-jalan yang merupakan modus penggelapan dan pencucian uang.
- Kasus Abu Tours melanggar Pasal 372 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan serta Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. ini yg abu tours
Kesimpulan :
- Kurangnya pengawasan yang intensif pemerintah, terutama Kementrian Agama dalam mengawasi seluruh badan jasa Umroh & Haji.
- Tidak ada Pengawasan regulator mulai dari pengawasan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya yang berbasis teknologi system informasi.
R Referensi :
Kasus Korupsi Bansos Covid-19
Pada 6 Desember 2021, KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Penetapan tersangka Juliari saat itu merupakan tindak lanjut atas operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Jumat, 5 Desember 2021. Usai ditetapkan sebagai tersangka, pada malam harinya Juliari menyerahkan diri ke KPK. Selain Juliari, KPK juga menetapkan Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka selalu pemberi suap.
Selain Juliari, KPK juga menetapkan Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka selalu pemberi suap.
Menurut KPK, kasus ini bermula dari adanya program pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode. Juliari sebagai menteri sosial saat itu menunjuk Matheus dan Adi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
Majelis hakim menilai Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.590.450.000 atau sekitar Rp 14,59 miliar. Jika tidak diganti, bisa diganti pidana penjara selama dua tahun. Hak politik atau hak dipilih terhadap Juliari pun dicabut oleh hakim selama empat tahun.
Hakim juga menilai perbuatan Juliari dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam yaitu wabah covid-19.
Analisa Kasus :
- Diketahui bahwa yang melakukan audit adalah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan yang di audit adalah Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke
- Pada tahun 2020 proses audit berlangsung.
- Juliari melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Referensi :
Komentar
Posting Komentar